“Itu
hanya penantian biasa,kau saja yang melebih-lebihkannya.Oiya,Hasegawa Keita
yang dulu,sudah musnah.Jadi jangan harap diriku yang dulu ada di
depanmu,kuharap kau mengerti…”
Aku
memeluk gulingku merenung.Kata-kata Kei dijalan tadi masih terbayang jelas
dipikiranku.Aku benci sesuatu yang menghantui pikiranku,ini seperti saat
itu.Beberapa hari setelah kepergian Kei aku tak bisa berhenti memikirkannya,dan
akhirnya aku gak masuk sekolah karena demam,padahal saat itu sedang ujian.
Mengingat bagaimana Kei sekarang membuatku berpikir bahwa semua yang kulakukan selama 4 tahun terakhir hanyalah penantian sia-sia.Kukira masalahku di SMA akan berakhir jika Kei datang,tak kusangka ia hanya menambah beban.Seenaknya dia bilang aku beban,memangnya dia gak ngaca apa?.
Kupeluk
gulingku makin erat. “BODOH,KEI BODOH!!!” Teriakku.
“Chiisa,makan
malam!” Teriak Ibu dari dapur.
“BODOOOOH!”Ringisku
makin keras.
“Chiisa!”
Bentak Ibu.
Bulu
kudukku serasa berdiri,aku menelan ludahku dan segera turun ke dapur.Sampai di
ruang makan aku hanya menaruh kepalaku diatas meja,memasang wajah memelas.
“Kau
kenapa sih?”Tanya Ibu sambil mengunyah makanannya.
Aku
melirik pada Ibu dan berpaling. “Ibu harus tau…” Ucapku lirih.
“Tau soal apa?”
“Humph,cari
tau aja sendiri!”
Sebuah
sendok sayur mendarat mulus dikepalaku.Aku langsung memegangi kepalaku seraya mengaduh“Sakit
tau,apa-apaan sih!” Kulemparkan tatapan sinisku.
Ibu
melipat tangannya.“Oiya,tadi pagi Karin kesini,dia bilang sudah kembali sejak
tiga hari yang lalu,Keita juga sudah kembali,” Jelas Ibu.
Udah tau toh.
Ibu
memainkan alisnya.”Kukira kau akan lebih kaget,bukannya kau kangen banget ya?”
Kangen dari Hongkong.“Gajuga,” Jawabku
santai.
“Keita
satu sekolah denganmu lho,dia mulai masuk hari ini,”
Oh,pantesan baru lihat.
“Atau
jangan-jangan kalian udah ketemuan?”Ibu tersenyum jahat.
Aku
melebarkan mataku,mengangkat kepalaku dengan sigap. “Belum kok!”
“Humph,biasa
aja kali.Keita masuk kelas 1-1--”
“HAH!
KELAS 1-1? Si Keita itu?” Aku terbelatak tak percaya.Padahal dulu dia dikelas yang sama denganku, sekarang dia melebihi perkiraanku.Aku menelan ludahku.
Ibu
tertawa. “Kalau kau masuk kelas apa?”
Aku
menyinisi ibuku dan menggembungkan pipiku. “1-3…” Bisikku pelan,namun tetap
terdengar oleh nenek lampir di depanku.Tawanya semakin jadi dan wajahnya
benar-benar jahat.
“Jauh
sekali bedanya,”
Berisik!
“Aku
bingung,padahal kalian kan sahabat dari kecil,tapi kok bisa bedanya sangat
menonjol”
Wajahku
memerah ketika ia menyatakan tentang sahabat.Tiba-tiba aku teringat kata-kata
Kei,mengingat wajahnya saja sudah membuatku kesal.Sejak awal aku sudah berniat
untuk tak menceritakannya pada Ibu,entah itu akan menambah masalahku atau
mengurangi.Lebih baik aku mengurung masalahku ini sendiri.Keita udah gak ada bu,rasanya aku mau mengatakan itu pada Ibu.
***
Dari awal aku melangkahkan kaki ke gerbong kereta hingga sampai di sekolah tak kusangka yang selalu muncul di pandanganku adalah
laki-laki kurang ajar yang menangisiku dijalan kemarin.Tapi ini juga karena
memang aku yang memperhatikannya,jadi
aku gak bisa menyalahkannya.Dia bahkan tak menoleh sedikitpun kearahku,sikapnya
benar-benar menyebalkan.
Aku
menggeser pintu kelasku.Duduk seperti biasanya di kursiku.
“Selamat
pagi,Okuhara-san” Sapaku pada Okuhura.Tapi dia sama sekali tak membalas
sapaanku,biasanya dia membalas dengan ramah.Mungkin ia tidak dengar,aku akan
menyapanya lagi nanti.
Bel
pelajaran pertama berdering keras di seluruh penjuru sekolah.Maehara-sensei
mulai masuk untuk mengajar pelajaran sejarah.Baru lima menit sejak dimulai,aku
sudah menguap dan meletakkan kepalaku di meja.Tidak ada yang lebih membosankan
dari pada pelajaran sejarah.Lagipula kita hidup di zaman dimana gadis-gadis
bebas menggunakan rok mini,mempelajari kehidupan zaman batu tak akan membuat
kami rela keluar setiap hari menggunakan kimono.
“Sensei,Chiisaki
tidur,”
Mendengar
ada yang bilang begitu aku langsung mengangkat kepalaku.Kanade sedang
mengangkat tangan kanannya namun matanya melirik licik kearahku.Aku langsung
melemparkan tatapan sinisku,dia membuatku ingin memukulnya dengan tongkat
bisbol.
Gadis tukang suruh itu…
“Otonoda-san,bisa
kau berdiri di depan kelas selama 5 menit?”
Aku
menundukkan kepalaku.Tanganku terkepal,gigiku menggerutu,mataku
berapi-api.Namun aku menghembuskan nafasku.Aku bangkit dari dudukku dan segera
keluar kelas.Di depan kelas aku hanya bisa berdiri memasang wajah kesalku.Bu Maehara Memang guru yang disiplin, dia memberikan hukuman berdiri didepan kelas bagi siapa yang tidur di pelajarannya.Aku menghela nafas panjang.
Awas saja, si Kanade itu!
Koridor benar-benar terlihat sepi.Ternyata begini
keadaan koridor kalau di jam
pelajaran.Ini pertama kalinya aku berdiri di depan kelas sejak masuk SMA.Aku
melihat jam tanganku berkali-kali,baru tiga menit berdiri rasanya seperti
berdiri selama sehari.
Seorang
menggeser pintu.“Otonoda,masuk,” Ucap
Takezawa.
Aku
menghela nafas dan bergegas masuk ke dalam kelas.Di dalam kelas semua murid
sedang membentuk kelompok.
“Buatlah
kelompok untuk merangkum bab 2 dan kalau bisa tambahkan sejarah yang tak di
jelaskan di buku,segeralah cari kelompokmu,” Ucap ibu Maehara
“Baik,”
Jawabku lirih.
Aah…
aku benci ini,aku pasti kesulitan mencari kelompok.
Aku
melihat ke seluruh murid di kelas dengan tatapan sinisku.Laki-laki dan
perempuan membuat kelompoknya masing-masing.Kelompok perempuan sih jelas-jelas
menghindar dariku,tapi kalau laki-lakinya… mereka benar –benar genit.
“Chiisaki
sini aja,” Panggil Kashiwagi.Teman-teman laki-lakinya pun ikutan
memanggilku.Aku memberi tatapan sinis ke mereka.Semua laki-laki sama
saja,karena mereka aku harus menerimi bully an dari anak perempuan lainnya.Aku
tidak mau dengan mereka,aku ingin gabung ke kelompok perempuan.Aku teringat
sesuatu.
Aku
mendekati Okuhara di kelompoknya.”Okuhara-san,boleh aku gabung denganmu?”
tanyaku ramah.
Okuhara
menundukkan kepalanya .”A-aku mau saja,bahkan aku sangat ingin tapi…” Okuhara
melirik kearah lain.Aku mengikuti lirikan matanya.Kanade tersenyum sinis
padaku.
“Aku
takut kanade akan melakukan sesuatu yang buruk padaku maupun padamu,jadi… aku
benar-benar minta maaf,” Lanjut Okuhara.”Kalau
kau memang ingin gabung katakan saja pada Kanade,menurutku percuma saja
kalau kau bilang pada gadis lain di kelas,Kanade pasti juga sudah mengancam
mereka,” Jelas Okuhara.
Si
Kanade itu... Aaargh... dia benar-benar membuatku kesal. Aku menoleh pada
Kanade yang tersenyum sinis padaku, aku hanay mampu mengatupkan rahangku,dia
membuatku tak punya pilihan. Anak laki-laki kembali memanggil namaku,aku
menoleh pada mereka yang melambai-lambai padaku sambil tertawa.kembali menoleh
pada Kanade lalu kembali lagi pada anak laki-laki.
Tak
ada pilihan lain... Aku menghela nafas.
Beberapa menit
kemudian...
“Baiklah,waktu
habis,ayo kumpulkan tugas kalian...” Ucap Bu Maehara.Seketika terdengar seruan gembira
dari seluruh murid ,mereka tak punya bahan lagi untuk dirangkum.
“Ayo cepat,semakin
cepat mengumpulkan semakin cepat aku keluar,” Lanjut Bu Maehara.
“Nah,Otonoda kau yang
kumpulkan ya,” Ucap Yamamoto menyerahkan buku yang berisi rangkuman. Aku
tertunduk malu.
“apa tidak masalah?
Aku tidak membantu apapun di kelompok ini..."
“Itu tidak
benar,Otonoda-san membantu kami mengumpulkannya!” Tanaka menepuk bahuku,aku reflek menepis
tangannya dan manjauh. Tanaka tersentak dan senyumnya menghilang.Bingung.
Menyadari apa yang telah kuperbuat, aku membungkukkan badanku.
“Ma-maafkan aku, aku
terkejut!” Aku kembali mengangkat badanku. “Kalau begitu aku akan
mengumpulkannya, terimakasih banyak” aku segera balik badan dan meninggalkan
mereka. Mengumpulkan buku pada Bu Maehara. Lalu duduk kembali di mejaku.
Pada akhirnya tadi aku
memilih bergabung dengan anak laki-laki. Aku tidak mood memohon-mohon pada
Kanade di tengah keramaian. Tapi setelah aku memikirkannya baik-baik aku merasa
menyesal dengan pilihanku,setelah kejadian ini pasti semakin sulit bagiku mendekati
anak perempuan dan Kanade semakin kesal denganku. Aku meletakkan wajahku diatas
meja. Padahal aku tau anak laki-laki hanya bermain-main denganku.
Aah...aku benci ini.
Sudah
tiba jam pulang. Kebanyakan siswa pergi ke klub masing-masing, setelah KBM
adalah kegiatan klub. Sebenarnya aku mengikuti klub drama, tapi aku tak
memiliki keberanian untuk kembali kesana. Beberapa anak perempuan tidak
mendukungku menjadi anggota disana, sudah hampir seminggu aku membolos kegiatan
klub. Hanya tinggal menunggu kapan aku memutuskan untuk keluar.
Hari
ini Kanade tidak memperlakukanku seperti budak, sisi baiknya aku tidak
kerepotan tapi sisi buruknya itu berarti Kanade tak memeberiku kesempatan untuk
minta maaf. Ia tidak akan membantuku sedkitpun.
Aku melangkah menuju
loker sepatuku. Terdiam sejenak menatap lokerku.
Aku lupa menguncinya?
Segera kuhampiri
lokerku,membukanya. Kudapati lokerku yang penuh sampah dan coretan, begitu juga
sepatuku yang rusak dan penuh coretan. Aku menggeleng tak percaya, ini pasti
kelakuan Kanade. Beberapa siswa yang sedang mengambil sepatu mereka menatap
bingung kearahku. Aku berusaha menahan malu, aku ingin marah saat ini. Aku
menahan diriku dan mencari solusi sambil menggigit bibirku.
Bagaimana ini.... Aku masih panik dan
kaget dengan kondisiku. aku tidak tau bagaimana aku harus pulang.
“Cup-cup-cup , kasian
si chiisaki, sepatu outdoor nya rusak, terpaksa ia harus pulang dengan sepatu
indoornya,” Ledek seseorang di belakang ku. Aku segera menoleh. Kanade beserta
2 temannya tersenyum sinis padaku.
Ku kerutkan alisku. “KANADE!
Apa yang kau lakukan?!” Amarahku terpancing.
Semua orang disekitar
loker menoleh kepadaku. Aku tak peduli, sama halnya dengan orang-orang itu yang
tak peduli denganku.
“Apa? Kau
menyalahkanku? Jahat sekali kau menuduh orang yang tak bersalah!” Wajah Kanade
memelas.
Aku mulai mengepalkan
tanganku sambil menatap tajam padanya.
“Bukan aku yang
melakukannya, tapi kenaifanmu lah yang salah, anak genit!” Ia kembali tersenyum sinis.
Aku tak bisa menahan
amarahku, aku maju dan mendorong tubuh Kanade hingga terpentok dengan loker dibelakangnya.
Menimbulkan suara banting. Kanade dan dua temannya tersentak kaget.
“Hei apa yang kalian
lakukan?!” Salah satu murid –kelas tiga- yang melihat mencoba menyadarkan
situasi.
“Lepaskan--"
“MINTA MAAF! CEPAT
MINTA MAAF! KAU SELALU MELAKUKAN INI PADAKU, APA KAU TIDAK PUAS MELIHAT
PENDERITAAN ORANG LAIN?! KALAU KAU MEMBENCIKU, SETIDAKNYA JANGAN AJAK ORANG
LAIN UNTUK IKUT MEMBENCIKU, AKU LELAH SEPERT INI TERUS! KANADE!”
“Lepaskan!”
Kanade berusaha lepas dari kekanganku.
“TIDAK SAMPAI KAU
MINTA MAAF DENGAN BENAR”
“Hentikan mereka!”
Seru kakak kelas yang melihat kami.
Dua teman Kanade
menarik kedua tanganku dan menahanku, kini akulah yang terpojok. Aku tak bisa
mengelak, aku memberontak. Kami telah menjadi pusat keramaian, semua mata
tertuju pada kami. Kanade dengan keadaanya yang bebas ia mengelus tangannya
yang terkepal. Ia mengerutkan alisnya.
“Ini balasanku,”
Kanade mengankat kepalan tangannya dan mendorongnya kearahku. Kakak kelas yang
melihat tak sempat menahan karena jarak yang terlalu jauh. Aku langsung
memejamkan mata bersiap menerimanya.
Tak terjadi apapun.
Tangan yang menahanku pun terasa renggang. Perlahan ku buku mataku.
Tangan Kanade
tertahan, kemuadian dilepaskan. Aku terdiam tak percaya. Keita berdiri
didepanku.
“A-apa yang kau lakukan?’
Kanade tak terima.
“Pulanglah,” Keita
berbalik menghadapku. “Lepaskan!” Dua teman Kanade melepaskan tanganku.
“K-kau... Hasegawa Keita, anak baru dikelas 1-1,” Ucap salah
satu teman Kanade.
Tiba-tiba ramai
terdengar suara gadis-gadis yang penasaran.
“Hasegawa-kun!, Hasegawa-kyun!
Hasegawa pangeranku....” begitulah para gadis memanggilnya sambil berteriak.
Aku menatap Keita
bingung.
“Dengar!” Ucap Kei
lantang. Keributan hening seketika. “Jangan kalian ganggu, bully, sakiti, atau lakukan
hal-hal buruk lainnya pada gadis payah ini. Barang siapa melakukan nya, dia
akan berurusan denganku.” Jelasnya. “Mengerti?”
Aku membulatkan
mataku, jantungku sedikit berdebar. Apa
ini? Apa dia mengakuiku sebagai pacarnya?didepan gadis-gadis yang mengejarnya? Ini mendebarkan. Wajahku memerah.
“Dia sepupuku” Lanjutnya.
Hah!?
Kei meraih
tanganku,tangan lainnya menenteng sepatu ku yang rusak. Aku tidak tau harus berekpresi seperti apa.
“Gunakan sepatu indoor
mu untuk sementara,” Bisiknya padaku.
Kemudian ia menarikku
keluar gedung sekolah. Terus menggandengku hingga tak ada yang memperhatikan.
Akhirnya dia
melepaskan tanganku. Sepanjang jalan,aku hanya bisa menundukkan wajahku, aku
terlalu malu menoleh atau bahkan bicara pada Kei. Dia masih menenteng sepatuku
yang rusak.
“Kei...” Kuberanikan
diri bicara. “Terimakasih” bisikku.
Dia mengabaikanku. Kuangkat
kepalaku sedikit, mengintip wajahnya dari samping, ia benar-benar dingin. Wajahnya
tenang dibalut pancaran sinar matahri. Namun... perlahan seutas senyuman
terbentuk diwajahku.
“Terimakasih” Ucapku lebih lantang.
Dia masih
mengabaikanku. Tapi justru senyumku semakin lebar.
Dasar sok cuek.
“Hei! Kubilang
terimakasih” Aku berdiri sedikit lebih dekat dengannya, tertawa kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Halo,terimakasih telah berkunjung