Rabu, 15 April 2020

Bab 2 : Kamu


“Itu hanya penantian biasa,kau saja yang melebih-lebihkannya.Oiya,Hasegawa Keita yang dulu,sudah musnah.Jadi jangan harap diriku yang dulu ada di depanmu,kuharap kau mengerti…”

            Aku memeluk gulingku merenung.Kata-kata Kei dijalan tadi masih terbayang jelas dipikiranku.Aku benci sesuatu yang menghantui pikiranku,ini seperti saat itu.Beberapa hari setelah kepergian Kei aku tak bisa berhenti memikirkannya,dan akhirnya aku gak masuk sekolah karena demam,padahal saat itu sedang ujian.
            
             Mengingat bagaimana Kei sekarang membuatku berpikir bahwa semua yang kulakukan selama 4 tahun terakhir hanyalah penantian sia-sia.Kukira masalahku di SMA akan berakhir jika Kei datang,tak kusangka ia hanya menambah beban.Seenaknya dia bilang aku beban,memangnya dia gak ngaca apa?.

            Kupeluk gulingku makin erat. “BODOH,KEI BODOH!!!” Teriakku.

            “Chiisa,makan malam!” Teriak Ibu dari dapur.

            “BODOOOOH!”Ringisku makin keras.

            “Chiisa!” Bentak Ibu.

            Bulu kudukku serasa berdiri,aku menelan ludahku dan segera turun ke dapur.Sampai di ruang makan aku hanya menaruh kepalaku diatas meja,memasang wajah memelas.

            “Kau kenapa sih?”Tanya Ibu sambil mengunyah makanannya.

            Aku melirik pada Ibu dan berpaling. “Ibu harus tau…” Ucapku lirih.

             “Tau soal apa?”

            “Humph,cari tau aja sendiri!”

            Sebuah sendok sayur mendarat mulus dikepalaku.Aku langsung memegangi kepalaku seraya mengaduh“Sakit tau,apa-apaan sih!” Kulemparkan tatapan sinisku.

            Ibu melipat tangannya.“Oiya,tadi pagi Karin kesini,dia bilang sudah kembali sejak tiga hari yang lalu,Keita juga sudah kembali,” Jelas Ibu.

            Udah tau toh.

            Ibu memainkan alisnya.”Kukira kau akan lebih kaget,bukannya kau kangen banget ya?”

            Kangen dari Hongkong.“Gajuga,” Jawabku santai.

            “Keita satu sekolah denganmu lho,dia mulai masuk hari ini,”

            Oh,pantesan baru lihat.

            “Atau jangan-jangan kalian udah ketemuan?”Ibu tersenyum jahat.

            Aku melebarkan mataku,mengangkat kepalaku dengan sigap. “Belum kok!”

            “Humph,biasa aja kali.Keita masuk kelas 1-1--”

            “HAH! KELAS 1-1? Si Keita itu?” Aku terbelatak tak percaya.Padahal dulu dia dikelas yang sama denganku, sekarang dia melebihi perkiraanku.Aku menelan ludahku.

            Ibu tertawa. “Kalau kau masuk kelas apa?”

            Aku menyinisi ibuku dan menggembungkan pipiku. “1-3…” Bisikku pelan,namun tetap terdengar oleh nenek lampir di depanku.Tawanya semakin jadi dan wajahnya benar-benar jahat.

            “Jauh sekali bedanya,”

            Berisik!

            “Aku bingung,padahal kalian kan sahabat dari kecil,tapi kok bisa bedanya sangat menonjol”

            Wajahku memerah ketika ia menyatakan tentang sahabat.Tiba-tiba aku teringat kata-kata Kei,mengingat wajahnya saja sudah membuatku kesal.Sejak awal aku sudah berniat untuk tak menceritakannya pada Ibu,entah itu akan menambah masalahku atau mengurangi.Lebih baik aku mengurung masalahku ini sendiri.Keita udah gak ada bu,rasanya aku mau mengatakan itu pada Ibu.


***
                                                                       
             Dari awal aku melangkahkan kaki ke gerbong  kereta hingga sampai di sekolah tak kusangka  yang selalu muncul di pandanganku adalah laki-laki kurang ajar yang menangisiku dijalan kemarin.Tapi ini juga karena memang aku yang  memperhatikannya,jadi aku gak bisa menyalahkannya.Dia bahkan tak menoleh sedikitpun kearahku,sikapnya benar-benar menyebalkan.

            Aku menggeser pintu kelasku.Duduk seperti biasanya di kursiku.

“Selamat pagi,Okuhara-san” Sapaku pada Okuhura.Tapi dia sama sekali tak membalas sapaanku,biasanya dia membalas dengan ramah.Mungkin ia tidak dengar,aku akan menyapanya lagi nanti.
            Bel pelajaran pertama berdering keras di seluruh penjuru sekolah.Maehara-sensei mulai masuk untuk mengajar pelajaran sejarah.Baru lima menit sejak dimulai,aku sudah menguap dan meletakkan kepalaku di meja.Tidak ada yang lebih membosankan dari pada pelajaran sejarah.Lagipula kita hidup di zaman dimana gadis-gadis bebas menggunakan rok mini,mempelajari kehidupan zaman batu tak akan membuat kami rela keluar setiap hari menggunakan kimono.

            “Sensei,Chiisaki tidur,”

            Mendengar ada yang bilang begitu aku langsung mengangkat kepalaku.Kanade sedang mengangkat tangan kanannya namun matanya melirik licik kearahku.Aku langsung melemparkan tatapan sinisku,dia membuatku ingin memukulnya dengan tongkat bisbol.

            Gadis tukang suruh itu…

            “Otonoda-san,bisa kau berdiri di depan kelas selama 5 menit?”

            Aku menundukkan kepalaku.Tanganku terkepal,gigiku menggerutu,mataku berapi-api.Namun aku menghembuskan nafasku.Aku bangkit dari dudukku dan segera keluar kelas.Di depan kelas aku hanya bisa berdiri memasang wajah kesalku.Bu Maehara Memang guru yang disiplin, dia memberikan hukuman berdiri didepan kelas bagi siapa yang tidur di pelajarannya.Aku menghela nafas panjang.

            Awas saja, si Kanade itu!

            Koridor  benar-benar terlihat sepi.Ternyata begini keadaan koridor  kalau di jam pelajaran.Ini pertama kalinya aku berdiri di depan kelas sejak masuk SMA.Aku melihat jam tanganku berkali-kali,baru tiga menit berdiri rasanya seperti berdiri selama sehari.

            Seorang menggeser pintu.“Otonoda,masuk,”  Ucap Takezawa.

            Aku menghela nafas dan bergegas masuk ke dalam kelas.Di dalam kelas semua murid sedang membentuk kelompok.

            “Buatlah kelompok untuk merangkum bab 2 dan kalau bisa tambahkan sejarah yang tak di jelaskan di buku,segeralah cari kelompokmu,” Ucap ibu Maehara

            “Baik,” Jawabku lirih.

            Aah… aku benci ini,aku pasti kesulitan mencari kelompok.

            Aku melihat ke seluruh murid di kelas dengan tatapan sinisku.Laki-laki dan perempuan membuat kelompoknya masing-masing.Kelompok perempuan sih jelas-jelas menghindar dariku,tapi kalau laki-lakinya… mereka benar –benar genit.

            “Chiisaki sini aja,” Panggil Kashiwagi.Teman-teman laki-lakinya pun ikutan memanggilku.Aku memberi tatapan sinis ke mereka.Semua laki-laki sama saja,karena mereka aku harus menerimi bully an dari anak perempuan lainnya.Aku tidak mau dengan mereka,aku ingin gabung ke kelompok perempuan.Aku teringat sesuatu.

            Aku mendekati Okuhara di kelompoknya.”Okuhara-san,boleh aku gabung denganmu?” tanyaku ramah.
            Okuhara menundukkan kepalanya .”A-aku mau saja,bahkan aku sangat ingin tapi…” Okuhara melirik kearah lain.Aku mengikuti lirikan matanya.Kanade tersenyum sinis padaku.

            “Aku takut kanade akan melakukan sesuatu yang buruk padaku maupun padamu,jadi… aku benar-benar minta maaf,” Lanjut Okuhara.”Kalau  kau memang ingin gabung katakan saja pada Kanade,menurutku percuma saja kalau kau bilang pada gadis lain di kelas,Kanade pasti juga sudah mengancam mereka,” Jelas Okuhara.

            Sial!

            Si Kanade itu... Aaargh... dia benar-benar membuatku kesal. Aku menoleh pada Kanade yang tersenyum sinis padaku, aku hanay mampu mengatupkan rahangku,dia membuatku tak punya pilihan. Anak laki-laki kembali memanggil namaku,aku menoleh pada mereka yang melambai-lambai padaku sambil tertawa.kembali menoleh pada Kanade lalu kembali lagi pada anak laki-laki.

            Tak ada pilihan lain... Aku menghela nafas.

Beberapa menit kemudian...

“Baiklah,waktu habis,ayo kumpulkan tugas kalian...” Ucap Bu Maehara.Seketika terdengar seruan gembira dari seluruh murid ,mereka tak punya bahan lagi untuk dirangkum.

“Ayo cepat,semakin cepat mengumpulkan semakin cepat aku keluar,” Lanjut Bu Maehara.

“Nah,Otonoda kau yang kumpulkan ya,” Ucap Yamamoto menyerahkan buku yang berisi rangkuman. Aku tertunduk malu.

“apa tidak masalah? Aku tidak membantu apapun di kelompok ini..."

“Itu tidak benar,Otonoda-san membantu kami mengumpulkannya!”  Tanaka menepuk bahuku,aku reflek menepis tangannya dan manjauh. Tanaka tersentak dan senyumnya menghilang.Bingung. Menyadari apa yang telah kuperbuat, aku membungkukkan badanku.

“Ma-maafkan aku, aku terkejut!” Aku kembali mengangkat badanku. “Kalau begitu aku akan mengumpulkannya, terimakasih banyak” aku segera balik badan dan meninggalkan mereka. Mengumpulkan buku pada Bu Maehara. Lalu duduk kembali di mejaku.

Pada akhirnya tadi aku memilih bergabung dengan anak laki-laki. Aku tidak mood memohon-mohon pada Kanade di tengah keramaian. Tapi setelah aku memikirkannya baik-baik aku merasa menyesal dengan pilihanku,setelah kejadian ini pasti semakin sulit bagiku mendekati anak perempuan dan Kanade semakin kesal denganku. Aku meletakkan wajahku diatas meja. Padahal aku tau anak laki-laki hanya bermain-main denganku.

Aah...aku benci ini.

              Sudah tiba jam pulang. Kebanyakan siswa pergi ke klub masing-masing, setelah KBM adalah kegiatan klub. Sebenarnya aku mengikuti klub drama, tapi aku tak memiliki keberanian untuk kembali kesana. Beberapa anak perempuan tidak mendukungku menjadi anggota disana, sudah hampir seminggu aku membolos kegiatan klub. Hanya tinggal menunggu kapan aku memutuskan untuk keluar.

            Hari ini Kanade tidak memperlakukanku seperti budak, sisi baiknya aku tidak kerepotan tapi sisi buruknya itu berarti Kanade tak memeberiku kesempatan untuk minta maaf. Ia tidak akan membantuku sedkitpun.

Aku melangkah menuju loker sepatuku. Terdiam sejenak menatap lokerku.

Aku lupa menguncinya?

Segera kuhampiri lokerku,membukanya. Kudapati lokerku yang penuh sampah dan coretan, begitu juga sepatuku yang rusak dan penuh coretan. Aku menggeleng tak percaya, ini pasti kelakuan Kanade. Beberapa siswa yang sedang mengambil sepatu mereka menatap bingung kearahku. Aku berusaha menahan malu, aku ingin marah saat ini. Aku menahan diriku dan mencari solusi sambil menggigit bibirku.

Bagaimana ini.... Aku masih panik dan kaget dengan kondisiku. aku tidak tau bagaimana aku harus pulang.

“Cup-cup-cup , kasian si chiisaki, sepatu outdoor nya rusak, terpaksa ia harus pulang dengan sepatu indoornya,” Ledek seseorang di belakang ku. Aku segera menoleh. Kanade beserta 2 temannya tersenyum sinis padaku.

Ku kerutkan alisku. “KANADE! Apa yang kau lakukan?!” Amarahku terpancing.
Semua orang disekitar loker menoleh kepadaku. Aku tak peduli, sama halnya dengan orang-orang itu yang tak peduli denganku.

“Apa? Kau menyalahkanku? Jahat sekali kau menuduh orang yang tak bersalah!” Wajah Kanade memelas.

Aku mulai mengepalkan tanganku sambil menatap tajam padanya.

“Bukan aku yang melakukannya, tapi kenaifanmu lah yang salah, anak genit!”  Ia kembali tersenyum sinis.

Aku tak bisa menahan amarahku, aku maju dan mendorong tubuh Kanade hingga terpentok dengan loker dibelakangnya. Menimbulkan suara banting. Kanade dan dua temannya tersentak kaget.

“Hei apa yang kalian lakukan?!” Salah satu murid –kelas tiga- yang melihat mencoba menyadarkan situasi.

“Lepaskan--"

“MINTA MAAF! CEPAT MINTA MAAF! KAU SELALU MELAKUKAN INI PADAKU, APA KAU TIDAK PUAS MELIHAT PENDERITAAN ORANG LAIN?! KALAU KAU MEMBENCIKU, SETIDAKNYA JANGAN AJAK ORANG LAIN UNTUK IKUT MEMBENCIKU, AKU LELAH SEPERT INI TERUS! KANADE!”

“Lepaskan!”

 Kanade berusaha lepas dari kekanganku.

“TIDAK SAMPAI KAU MINTA MAAF DENGAN BENAR”

“Hentikan mereka!” Seru kakak kelas yang melihat kami.

Dua teman Kanade menarik kedua tanganku dan menahanku, kini akulah yang terpojok. Aku tak bisa mengelak, aku memberontak. Kami telah menjadi pusat keramaian, semua mata tertuju pada kami. Kanade dengan keadaanya yang bebas ia mengelus tangannya yang terkepal. Ia mengerutkan alisnya.

“Ini balasanku,” Kanade mengankat kepalan tangannya dan mendorongnya kearahku. Kakak kelas yang melihat tak sempat menahan karena jarak yang terlalu jauh. Aku langsung memejamkan mata bersiap menerimanya.

Tak terjadi apapun. Tangan yang menahanku pun terasa renggang. Perlahan ku buku mataku.
Tangan Kanade tertahan, kemuadian dilepaskan. Aku terdiam tak percaya. Keita berdiri didepanku.

“A-apa yang kau lakukan?’ Kanade tak terima.

“Pulanglah,” Keita berbalik menghadapku. “Lepaskan!” Dua teman Kanade melepaskan tanganku.

“K-kau... Hasegawa  Keita, anak baru dikelas 1-1,” Ucap salah satu teman Kanade.

Tiba-tiba ramai terdengar suara gadis-gadis yang penasaran.

“Hasegawa-kun!, Hasegawa-kyun! Hasegawa pangeranku....” begitulah para gadis memanggilnya sambil berteriak.

Aku menatap Keita bingung.

“Dengar!” Ucap Kei lantang. Keributan hening seketika. “Jangan kalian ganggu, bully, sakiti, atau lakukan hal-hal buruk lainnya pada gadis payah ini. Barang siapa melakukan nya, dia akan berurusan denganku.” Jelasnya. “Mengerti?”

Aku membulatkan mataku,  jantungku sedikit berdebar. Apa ini? Apa dia mengakuiku sebagai pacarnya?didepan gadis-gadis yang mengejarnya?  Ini mendebarkan. Wajahku memerah.

“Dia sepupuku”  Lanjutnya.

Hah!?

Kei meraih tanganku,tangan lainnya menenteng sepatu ku yang rusak.  Aku tidak tau harus berekpresi seperti apa.

“Gunakan sepatu indoor mu untuk sementara,” Bisiknya padaku.

Kemudian ia menarikku keluar gedung sekolah. Terus menggandengku hingga tak ada yang memperhatikan.

Akhirnya dia melepaskan tanganku. Sepanjang jalan,aku hanya bisa menundukkan wajahku, aku terlalu malu menoleh atau bahkan bicara pada Kei. Dia masih menenteng sepatuku yang rusak.
“Kei...” Kuberanikan diri bicara. “Terimakasih” bisikku.

Dia mengabaikanku. Kuangkat kepalaku sedikit, mengintip wajahnya dari samping, ia benar-benar dingin. Wajahnya tenang dibalut pancaran sinar matahri. Namun... perlahan seutas senyuman terbentuk diwajahku.

“Terimakasih”  Ucapku lebih lantang.

Dia masih mengabaikanku. Tapi justru senyumku semakin lebar.

Dasar sok cuek.

“Hei! Kubilang terimakasih” Aku berdiri sedikit lebih dekat dengannya, tertawa kecil.

Kei terdiam. “Berisik”


Lanjut Ke Bab 3                                                                                                         Bab 1